Sebuah survey nasional di Amerika di publikasikan pada hari minggu lalu (20/4), yang menunjukkan 67 % pendapat masyarakat Amerika, menyetujui statement ini : "Gereja saya memberikan pertolongan yang sangat sedikit kepada orang-orang miskin di komunitas saya." Hanya dibawah setengah yang menyatakan bahwa gereja mereka mengalokasikan dana yang cukup untuk membangun komunitas miskin di lingkungan gereja tersebut dibangun.
Berdasarkan hasil survey yang pernah dilakukan oleh Biro Sensus Nasional Amerika, menunjukkan statistic peningkatan kemakmuran pada masyarakat, yaitu sejumlah 11.7 % pada 2001 menjadi 13.3 % pada tahun 2005. Peningkatan yang tipis ini, memperlihatkan juga bahwa peran gereja dalam hal ini hampir tidak terlihat. "Alasan adanya jurang pemisah antara gereja dan lingkungan sekitarnya adalah ketidakpedulian dan tingkat ketakutan yang berlebihan," demikian ungkap Steve Haas, direktur bagian hubungan atar gereja di World Vision.
"Definisi type penjangkauan bagi rata-rata gereja hanya berupa pernyataan kabar baik. Tetapi bagi saya penjangkauan adalah menyatakan belas kasihan, kesediaan untuk mendengar dan tindakan kasih," ujar Haas pada christianpost.com.
Sebuah kebangunan rohani, bukan hanya termanefestasi dalam hal-hal spiritual saja. Revival sejati selalu berdampak pada perubahan komunitas lingkungan, tidak hanya sebatas pada kotak gereja saja. Dua tahun lalu, World Vision bekerja sama dengan berbagai gereja dan dua organisasi Kristen - Out reach dan Zondervan - meluncurkan Faith in Action. Kegerakan ini merupakan mobilisasi gereja-gereja untuk menutup pintu gerejanya pada hari minggu dan mulai mendobrak
rutinitas dengan melakukan proyek pelayanan masyarakat.
Hal serupa terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Kemiskinan adalah masalah yang mendunia, dan sama seperti di berbagai belahan dunia lain, gereja di Indonesia-pun masih banyak yang enggan untuk bersentuhan langsung dengan hal ini. Saat ini, kebangunan rohani bagi gereja masih dalam konsep KKR, mobilisasi doa, dan konser-konser rohani.
Sebuah terobosan yang dilakukan oleh TCI (Tranformation Conection Indonesia) yang bekerjasama dengan gereja-gereja, organisasi-organisasi Kristen dan aras-aras nasional, untuk melakukan sesuatu dengan harapan terjadinya sebuah transformasi yang menyeluruh, bukan hanya revival rohani tetapi juga mengubah wajah kemiskinan di ibu kota Jakarta. Terhubung dengan Youth With A Mision Perth, TCI menjadi jembatan bagi gereja untuk menggerakkan umat melayani masyarakat miskin dan juga memperlengkapi serta memobilisasi anak-anak muda untuk berkarya dalan tindakan kasih yang nyata.
Contoh nyata dari hal ini adalah apa yang dilakukan oleh Bapak Tambus Sihombing dari YASPPAT (Yayasan Pelayanan Pemulung dan Anak Terlantar). "Miskin menurut kategori pemerintah adalah mereka yang berpenghasilan maksimal Rp 200.000,00 per bulan dan memiliki KTP serta tempat tinggal yang jelas. Namun, yang kami layani adalah mereka yang hidupnya lebih di bawah lagi, yaitu mereka yang tidur di emperan toko atau di kolong jembatan serta tidak memiliki KTP. Mereka dikumpulkan dalam suatu komunitas untuk kemudian diberikan pelatihan, baik pembentukan karakter maupun skill," demikian penjelasan Tambus Sihombing kepada bulletin TCI. Selain menangani masalah kaum miskin, fasilitator Focus
Ministry Development of The Poor ini juga membuat sekolah bagi anak-anak yang tidak mampu, seperti les bahasa Inggris, bahasa Jepang, dan sebagainya.
Keterputusan gereja dengan lingkungannya tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Sudah saatnya untuk gereja down to earth dan mulai menjadi cerminan Yesus di jalan-jalan dan tempat-tempat yang sama sekali tidak pernah merasakan jamahan kasih yang tulus. Transformasi terjadi tidak hanya oleh doa, tetapi juga tindakan kasih yang nyata kepada dunia ini.